Sabtu, 21 Maret 2020

Analisis Struktur Resensi Buku

Petunjuk untuk Siswa
1. Kali ini kita akan belajar menganalisis struktur resensi buku.
2. Sebelum menganalisis struktur resensi buku, terlebih dahulu, amatilah contoh hasil analisis struktur resensi berikut!

Contoh Resensi
Petualangan Bocah di Zaman Jepang 

Judul Novel : Saksi Mata
Pengarang : Suparto Brata
Penerbit : Penerbit Buku KOMPAS
Tebal : x + 434 halaman
Setelah membaca novel yang sangat tebal ini, saya jadi teringat dengan novel Mencoba Tidak Menyerah-nya Yudhistira A.N. Massardhie dan juga novel Ca Bau Kan-nya Remy Sylado. Dalam novel Mencoba Tidak Menyerah, yang menjadi tokoh sentralnya adalah bocah laki-laki
berusia sepuluh tahun sedangkan dalam novel Ca Bau Kan yang telah diangkat ke layar lebar, digambarkan bagaimana keadaan Jakarta Kota era zaman penjajahan Belanda dengan sangat detail. Lalu apa hubungannya dengan novel Saksi Mata karya Suparto Brata ini?
Dalam Saksi Mata, yang menjadi “jagoan” alias tokoh utamanya adalah bocah berusia dua belas tahun bernama Kuntara, seorang pelajar sekolah rakyat Mohan-gakko dan mengambil seting kota Surabaya di zaman penjajahan Jepang dengan penggambaran yang sangat apik, detail dan sangat memikat. Novel setebal 434 halaman ini sendiri sebenarnya merupakan cerita bersambung yang dimuat di Harian Kompas pada rentang waktu 2 November 1997 hingga 2 April 1998.
Kisah berawal saat Kuntara secara tidak sengaja memergoki buliknya Raden Ajeng Rumsari alias Bulik Rum tengah bercinta dengan Wiradad di sebuah bungker perlindungan-belakangan baru diketahui oleh Kuntara kalau Wiradad adalah suami sah dari Bulik Rum. “Pemandangan” yang luar biasa itu dan belum patut untuk disaksikan oleh Kuntara membuat perasaan hatinya berkecamuk. Kuntara pun masygul dengan apa yang dilakukan oleh Bulik Rum yang selama ini selalu dihormatinya. Namun ia bisa mengerti kalau ternyata Bulik Rum yang cantik ini menyembunyikan sejuta kisah yang tak bakal disangka-sangka.

Bulik Rum adalah “wanita simpanan” tuan Ichiro Nishizumi, meski pekerjaan sehari-harinya bekerja di pabrik karung Asko. Mau tidak mau Bulik Rum harus melayani nafsu Ichiro Nishizumi kapan saja. Sebenarnya Bulik Rum sudah menikah dengan Wiradad tetapi tuan Ichiro Nishizumi tidak peduli dengan semua itu dan memboyongnya ke Surabaya. Baik Wiradad maupun ayah Bulik Rum sendiri tidak mampu mencegah keinginan Ichiro Nishizawa yang sangat berkuasa ini. Tetapi Wiradad tidak mau menyerah begitu saja dan segera menyusul Bulik Rum ke Surabaya.
Saat Wiradad akan bertemu dengan Bulik Rum inilah terjadi sesuatu yang diluar dugaan. Okada yang merupakan guru Kuntara di sekolah rakyat Mohan-gakko berupaya untuk melampiaskan nafsunya kepada Bulik Rum, yang dengan tegas menolak keinginan Okada. Okada yang gelap mata ini segera menikamkan samurai kecilnya hingga akhirnya Bulik Rum terbunuh di bungker perlindungan. Okada yang selama ini sangat dihormati oleh Kuntara tenyata memiliki tabiat tidak beda dengan Tuan Ichiro Nishizawa, sama-sama doyan tidur dengan berbagai macam perempuan.
Dari sinilah awal kisah “petualangan” Kuntara dalam mengungkap kasus terbunuhnya Bulik Rum hingga upaya untuk membalas dendamnya bersama dengan Wiradad kepada tuan Ichiro Nishizawa dan juga Okada.
Sejak kasus terbunuhnya Bulik Rum ini, keluarga Suryohartanan—tempat Kuntara dan ibunya menetap--mulai terlibat dengan berbagai kejadian yang mengikutinya. Kuntara yang tidak menginginkan keluarga ini terlibat dengan permasalahan yang terjadi dengan sengaja menyembunyikannya.
Dengan segala “kecerdikan” ala detektif cilik Lima Sekawan Kuntara berupaya menyelesaikan kasus ini bersama dengan Wiradad.
***
Sangat jarang sekali novel-novel “serius” di Indonesia yang terbit dalam kurun waktu beberapa tahun terakhir yang menggunakan tokoh utama seorang anak kecil, selain dari novel Mencoba Tidak Menyerahnya Yudhistira ANM, mungkin hanya novel Ketika Lampu Berwarna Merah karya cerpenis Hamsad Rangkuti. Adalah hal yang menarik apabila membaca cerita sebuah novel “serius” dengan tokoh utama seorang anak kecil karena ia memiliki perspektif atau pandangan berbeda mengenai dunia dan segala sesuatu yang terjadi, bila dibandingkan dengan orang dewasa. Kita bisa membayangkan bagaimana seorang Kuntara yang baru berusia dua belas tahun menanggapi berbagai peristiwa yang terjadi dengan diri, keluarga, dan lingkungan sekitarnya pada masa penjajahan Jepang dan dengan “kepintarannya” ia mencoba untuk memecahkan persoalan tersebut. Meski menarik tetap saja akan memunculkan pertanyaan
bagaimana bisa bocah dua belas tahun menjadi “sangat pintar”?

Keunggulan lain dari novel ini adalah penggambaran suasana yang detail mengenai kota Surabaya di tahun 1944 (zaman pendudukan Jepang), malah ada lampiran petanya segala! Suasana kota Surabaya di zaman itu juga “direkam” dengan indah oleh Suparto Brata. Kita bisa membayangkan bagaimanan keadaan kampung SS Pacarkeling yang kala itu masih “berbau”
Hindia Belanda karena nama-nama jalannya masih menggunakan nama-nama Belanda. Juga tentang bungker-bungker perlindungan yang digunakan untuk bersembunyi kala ada serangan udara--kebetulan saat itu tengah berkecamuk Perang Dunia II. Tidak ketinggalan juga tentang
stasiun kereta api Gubeng yang tersohor itu.

Sebagai arek Suroboyo yang tentunya mengenal seluk beluk kota Buaya ini, Suparto Brata jelas tidak mengalami kesulitan untuk melukiskan keadaan ini. Apalagi ia adalah penulis yang hidup dalam tiga zaman- -kolonialisme Belanda, pendudukan Jepang dan era kemerdekaan.
Penggambaran suasana yang detail ini juga berkonsekuensi kepada cerita yang cukup panjang meski tetap tanpa adanya maksud untuk bertele-tele. Novel ini juga diperkaya dengan adanya kosakata dan lagu-lagu Jepang yang makin menghidupkan suasana zaman pendudukan balatentara Jepang di Indonesia. Tetapi uniknya, tidak ada satupun terjemahan untuk kosakata Jepang tersebut. Jadi bagi yang tidak mengerti bahasa Jepang, seperti saya juga, ya tebak-tebak saja sendiri. (Dodiek Adyttya Dwiwa dalam Cybersastra.net)
 

Sumber:

Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan.2017. Bahasa Indonesia Kelas XI SMA/MA/SMK/MAK.. Edisi Revisi Jakarta: Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan. 




Jika dianalisis strukturnya, teks resensi buku di atas menjadi seperti berikut
1. Judul resensi

Petualangan Bocah di Zaman Jepang

2.      Identitas buku yang diresensi

Judul Novel : Saksi MataPengarang : Suparto Brata
Penerbit : Penerbit Buku KOMPAS
Tebal : x + 434 halaman

3.      Pendahuluan (memperkenalkan pengarang, tujuan pengarang buku, dll)

Setelah membaca novel yang sangat tebal ini, saya jadi teringat dengan novel Mencoba Tidak Menyerah-nya Yudhistira A.N. Massardhie dan juga novel Ca Bau Kan-nya Remy Sylado. Dalam novel Mencoba Tidak Menyerah, yang menjadi tokoh sentralnya adalah bocah laki-laki

berusia sepuluh tahun sedangkan dalam novel Ca Bau Kan yang telah diangkat ke layar lebar, digambarkan bagaimana keadaan Jakarta Kota era zaman penjajahan Belanda dengan sangat detail. Lalu apa hubungannya dengan novel Saksi Mata karya Suparto Brata ini?

Dalam Saksi Mata, yang menjadi “jagoan” alias tokoh utamanya adalah bocah berusia dua belas tahun bernama Kuntara, seorang pelajar sekolah rakyat Mohan-gakko dan mengambil seting kota Surabaya di zaman penjajahan Jepang dengan penggambaran yang sangat apik, detail dan sangat memikat. Novel setebal 434 halaman ini sendiri sebenarnya merupakan cerita bersambung yang dimuat di Harian Kompas pada rentang waktu 2 November 1997 hingga 2 April 1998.

4.      Inti/isi resensi

Kisah berawal saat Kuntara secara tidak sengaja memergoki buliknya Raden Ajeng Rumsari alias Bulik Rum tengah bercinta dengan Wiradad di sebuah bungker perlindungan-belakangan baru diketahui oleh Kuntara kalau Wiradad adalah suami sah dari Bulik Rum. “Pemandangan” yang luar biasa itu dan belum patut untuk disaksikan oleh Kuntara membuat perasaan hatinya berkecamuk. Kuntara pun masygul dengan apa yang dilakukan oleh Bulik Rum yang selama ini selalu dihormatinya. Namun ia bisa mengerti kalau ternyata Bulik Rum yang cantik ini menyembunyikan sejuta kisah yang tak bakal disangka-sangka.

Bulik Rum adalah “wanita simpanan” tuan Ichiro Nishizumi, meski pekerjaan sehari-harinya bekerja di pabrik karung Asko. Mau tidak mau Bulik Rum harus melayani nafsu Ichiro Nishizumi kapan saja. Sebenarnya Bulik Rum sudah menikah dengan Wiradad tetapi tuan Ichiro Nishizumi tidak peduli dengan semua itu dan memboyongnya ke Surabaya. Baik Wiradad maupun ayah Bulik Rum sendiri tidak mampu mencegah keinginan Ichiro Nishizawa yang sangat berkuasa ini. Tetapi Wiradad tidak mau menyerah begitu saja dan segera menyusul Bulik Rum ke Surabaya.

Saat Wiradad akan bertemu dengan Bulik Rum inilah terjadi sesuatu yang diluar dugaan. Okada yang merupakan guru Kuntara di sekolah rakyat Mohan-gakko berupaya untuk melampiaskan nafsunya kepada Bulik Rum, yang dengan tegas menolak keinginan Okada. Okada yang gelap mata ini segera menikamkan samurai kecilnya hingga akhirnya Bulik Rum terbunuh di bungker perlindungan. Okada yang selama ini sangat dihormati oleh Kuntara tenyata memiliki tabiat tidak beda dengan Tuan Ichiro Nishizawa, sama-sama doyan tidur dengan berbagai macam perempuan.

Dari sinilah awal kisah “petualangan” Kuntara dalam mengungkap kasus terbunuhnya Bulik Rum hingga upaya untuk membalas dendamnya bersama dengan Wiradad kepada tuan Ichiro Nishizawa dan juga Okada.

Sejak kasus terbunuhnya Bulik Rum ini, keluarga Suryohartanan—tempat Kuntara dan ibunya menetap--mulai terlibat dengan berbagai kejadian yang mengikutinya. Kuntara yang tidak menginginkan keluarga ini terlibat dengan permasalahan yang terjadi dengan sengaja menyembunyikannya.

Dengan segala “kecerdikan” ala detektif cilik Lima Sekawan Kuntara berupaya menyelesaikan kasus ini bersama dengan Wiradad.
5.      Keunggulan buku

Sangat jarang sekali novel-novel “serius” di Indonesia yang terbit dalam kurun waktu beberapa tahun terakhir yang menggunakan tokoh utama seorang anak kecil, selain dari novel Mencoba Tidak Menyerahnya Yudhistira ANM, mungkin hanya novel Ketika Lampu Berwarna Merah karya cerpenis Hamsad Rangkuti. Adalah hal yang menarik apabila membaca cerita sebuah novel “serius” dengan tokoh utama seorang anak kecil karena ia memiliki perspektif atau pandangan berbeda mengenai dunia dan segala sesuatu yang terjadi, bila dibandingkan dengan orang dewasa. Kita bisa membayangkan bagaimana seorang Kuntara yang baru berusia dua belas tahun menanggapi berbagai peristiwa yang terjadi dengan diri, keluarga, dan lingkungan sekitarnya pada masa penjajahan Jepang dan dengan “kepintarannya” ia mencoba untuk memecahkan persoalan tersebut. Meski menarik tetap saja akan memunculkan pertanyaan

bagaimana bisa bocah dua belas tahun menjadi “sangat pintar”?

Keunggulan lain dari novel ini adalah penggambaran suasana yang detail mengenai kota Surabaya di tahun 1944 (zaman pendudukan Jepang), malah ada lampiran petanya segala! Suasana kota Surabaya di zaman itu juga “direkam” dengan indah oleh Suparto Brata. Kita bisa membayangkan bagaimanan keadaan kampung SS Pacarkeling yang kala itu masih “berbau”

Hindia Belanda karena nama-nama jalannya masih menggunakan nama-nama Belanda. Juga tentang bungker-bungker perlindungan yang digunakan untuk bersembunyi kala ada serangan udara--kebetulan saat itu tengah berkecamuk Perang Dunia II. Tidak ketinggalan juga tentang

stasiun kereta api Gubeng yang tersohor itu.

Sebagai arek Suroboyo yang tentunya mengenal seluk beluk kota Buaya ini, Suparto Brata jelas tidak mengalami kesulitan untuk melukiskan keadaan ini. Apalagi ia adalah penulis yang hidup dalam tiga zaman- -kolonialisme Belanda, pendudukan Jepang dan era kemerdekaan.

Penggambaran suasana yang detail ini juga berkonsekuensi kepada cerita yang cukup panjang meski tetap tanpa adanya maksud untuk bertele-tele

6.      Kekurangan buku

Tidak ada satupun terjemahan untuk kosakata Jepang tersebut. Jadi bagi yang tidak mengerti bahasa Jepang, seperti saya juga, ya tebak-tebak saja sendiri.


7.      Penutup

Novel ini juga diperkaya dengan adanya kosakata dan lagu-lagu Jepang yang makin menghidupkan suasana zaman pendudukan balatentara Jepang di Indonesia. Tetapi uniknya, tidak ada satupun terjemahan untuk kosakata Jepang tersebut. Jadi bagi yang tidak mengerti bahasa Jepang, seperti saya juga, ya tebak-tebak saja sendiri.



TUGAS
Bacalah resensi yang ada di buku LKS-mu, materi resensi. Kemudian analisislah struktur resensi tersebut! Hasil kerjamu kirim ke email atau WA seperti biasa

Senin, 16 Maret 2020

Jawaban Soal Pre Test (Materi Pembelajaran Resensi Buku)


RINGKASAN MATERI PEMBELAJARAN
Jawaban soal pre test
1.    Resensi adalah karangan yang berisi ulasan dan pertimbangan buku, film, atau musik/ lagu. Karena pertimbangan, berarti resensi juga memaparkan kelebihan dan kekurangan buku, film, atau lagu/ musik yang diresensi.





2.    Objek yang diresensi bisa berupa buku, film, dan lagu/ musik.
3.    Orang yang meresensi disebut peresensi/ resensator.
4.    Bagian- bagian resensi buku: judul resensi, identitas, pendahuluan, inti, penutup. Lebih jelasnya, perhatikan berikut ini:
a.    Judul resensi
b.    Identitas buku yang diresensi yang mencakup:
1)   Juduk buku
2)   Penulis
3)   Penerbit
4)   Tebal buku
5)   Tahun terbit
c.    Pendahuluan, berisi:
1)   Penjelasan tentang macam apakah buku yang diresensi. Buku fiksi atau nonfiksi. Buku motivasi, sejarah, biografi, atau pun jenis buku apa? Dengan menjelaskan ini pada bagian awal resensi, pembaca resensi akan langsung memahami apakah jenis buku yang sedang dibahas dalam resensi ini.
2)   Perbandingan buku yang diresensi ini dengan buku lain yang sejenis.
3)   Kepengarangan
Siapa pengarang buku ini. Apa saja karya- karyanya.
4)   Tujuan penulisan buku ini
d.    Inti resensi
Berisi:
1)   Ringkasan isi buku.
Kalau buku fiksi, berarti bagian ini berisi sinopsis/ ringkasan cerita. Kalau yang diresensi buku nonfiksi, bagian ini berisi ringkasan isi buku bab per bab atau kesan umum buku.
2)   Kelebihan dan kekurangan buku
Peresensi dapat menilai kelebihan dan kekurangan buku berdasarkan:
a)   Perwajahan (lay out). Apakah tampilan buku yang Anda resensi ini (mulai cover hingga isi) menarik atau tidak.
b)   Tata bahasa
Kalau buku fiksi, apakah buku ini menggunakan bahasa yang indah dan menarik atau tidak? Buku nonfiksi, apakah buku ini menggunakan kalimat efektif, diksi yang tepat, ejaan yang tepat atau tidak? Apakah bahasanya membingungkan atau tidak.
c)    Hubungan antar bagian dalam buku apakah menunjukkan urutan yang logis atau tidak? Apakah padu atau tidak?
d)   Isi buku apakah bermanfaat bagi pembaca ataukah justru sebaliknya, berbahaya bila buku ini dibaca
e)   Harga buku, apakah harga buku terlalu mahal dan tidak sesuai dengan isi bukunya? Atau sebaliknya
f)     Atau bagian lain dari isi buku ini sesuai dengan pandangan peresensi.

e.    Penutup
Pada bagian akhir resensi, jangan lupa berikan rekomendasi. Apakah buku yang Anda resensi ini layak terbit dan layak dibaca atau tidak? Tentukan pula siapakah yang cocok membaca buku yang Anda resensi tersebut.

5.    Manfaat resensi bagi pembaca salah satunya pembca mengetahui informasi buku yang sedang diresensi, baik isi, kepengarangan, maupun kelebihan dan kekurangan buku.
6.    Manfaat meresensi yakni:
a.    Peresensi menjadi terlatih untuk berpikir kritis, menilai, mengulas, menimbang buku yang diresensi.
b.    Wawasan peresensi akan makin luas.
c.    Peresensi menjadi terasah keterampilan menulisnya.
d.    Jika resensi dimuat di koran, peresensi biasany diberi royalti oleh redaksi koran tersebut.
e.    Dan manfaat lain.
7.    Manfaat resensi bagi penerbit buku yakni penerbit merasa diuntungkan karena buku yang diresensi dipublikasikan, disiarkan, diiklankan sehingga makin diketahui publik. Resensi juga menjadi umpan balik, respons, masukan bagi penerbit dan bagi penulis buku tentang kelebihan dan kekurangan buku.
8.    Perbedaan resensi dengan cerpen:
Resensi
Berisi ringkasan isi buku dan kelbihan serta kekurangan buku

Cerpen
Cerita fiksi

Persamaan resensi dan cerpen yakni sama- sama berbentuk prosa fiksi.

Materi Resensi (1)

1. Bacalah buku paket Bindo!
2. Amatilah contoh- contoh resensi yang ada di buku paket Bindo BAB VII!
3. Jelaskan pengertian resensi!
4. Sebutkan objek karya yang dapat diresensi!
5. Disebut apakah orang yang meresensi?
6. Sebutkan minimal enam bagian resensi!
7. Apa manfaat resensi bagi pembaca!
8. Apa manfaat resensi bagi penulis resensi!
9. Apa manfaat resensi bagi penerbit  buku?
10. Apa perbedaan resensi dengan cerpen?
Pertanyaan- pertanyaan tersebut jawab, kemudian kirim ke email aminmustofaoke@yahoo.co.id pada akhir jam pembelajaran. 
Terima kasih

PENGUMUMAN

Kami sampaikan pada semua siswa bahwa karena upaya antisipasi virus corona sesuai instruksi Kepala Madrasah, kegiatan pembelajaran dilaksanakan secara daring. Semua siswa kelas XI silakan mengunjungi website ini setiap hari, belajar di rumah, dan mengikuti perintah yang tersedia dalam blog ini. Terima kasih.

ttd
aminmustofaoke