Selasa, 08 September 2020

Mengidentifikasi Struktur dan Kaidah KebahasaanTeks Eksplanasi (Uraian Materi dan Latihan, BINDO Kelas XI)

 

 
URAIAN MATERI DAN LATIHAN
Mengidentifikasi Struktur dan Kaidah Kebahasaan Teks Eksplanasi


A.  Struktur Teks Eksplanasi

Teks eksplanasi memiliki struktur baku sebagaimana halnya jenis teks lainnya. Sesuai dengan karakteristik umum dari isinya, teks eksplanasi dibentuk oleh bagian-bagian berikut.

1.     Identifikasi fenomena (phenomenon identification), mengidentifikasi sesuatu yang akan diterangkan. Hal itu bisa terkait dengan fenomena alam, sosial, budaya, dan fenomena-fenomena lainnya.

2.     Penggambaran rangkaian kejadian (explanation sequence), memerinci proses kejadian yang relevan dengan fenomena yang diterangkan sebagai pertanyaan atas bagaimana atau mengapa.

a.    Rincian yang berpola atas pertanyaan “bagaimana” akan melahirkan uraian yang tersusun secara kronologis ataupun gradual. Dalam hal ini fase-fase kejadiannya disusun berdasarkan urutan waktu.

b.    Rincian yang berpola atas pertanyaan “mengapa” akan melahirkan uraian yang tersusun secara kausalitas. Dalam hal ini fase-fase kejadiannya disusun berdasarkan hubungan sebab akibat.

3.     Ulasan (review), berupa komentar atau penilaian tentang konsekuensi atas kejadian yang dipaparkan sebelumnya.

 

B.  Kaidah Kebahasaan Teks Eksplanasi

Kaidah kebahasaan teks eksplanasi adalah sebagai berikut!

1.     Menggunakan banyak kata yang bermakna denotatif.

2.     Menggunakan konjungsi kausalitas (sebab akibat), antara lain, sebab, karena, oleh sebab itu, oleh karena itu, sehingga.

3.     Menggunakan konjungsi kronologis (hubungan waktu), seperti kemudian, lalu, setelah itu, pada akhirnya.

4.     Teks eksplanasi yang berpola kronologis juga menggunakan banyak keterangan waktu pada kalimat-kalimatnya, misalnya: pada bulan keempat, dalam bulan kelima, setelah tujuan bulan kemudian dll.

5.     Tidak menggunakan kata ganti persona (aku, saya, kami, dia, mereka) tetapi langsung merujuk pada benda atau fenomena karena objek yang dijelaskan oleh teks eksplanasi berupa benda atau fenomena, misalnya banjir, demonstrasi massa, kekeringan dll.

6.     Banyak menggunakan kata kerja pasif, misalnya terlihat, terwujud, dimulai, ditimbun dan lain- lain.

7.     Banyak menggunakan kata teknis atau peristilahan yang berkaitan dengan topik yang dibahas.

 

 

LATIHAN

Bacalah teks eksplanasi yang berjudul “Gempa Aceh” berikut ini kemudian analisislah struktur dan kaidah kebahasaan teks tersebut! 

Gempa Aceh

Gempa dahsyat pernah terjadi di Aceh, 26 Desember 2004, pada pukul 07.58 WIB. Pusat gempa terletak di sebelah barat Aceh dengan kedalaman 10 km. Bencana ini merupakan gempa bumi terdahsyat dalam kurun waktu 40 tahun terakhir. Dampak kerusakannya meliputi Aceh, Sumatra Utara, Pantai Barat Semenanjung Malaysia, Thailand, Pantai Timur India, Sri Lanka, bahkan sampai Pantai Timur Afrika.

Gempa ini juga mengakibatkan gelombang laut setinggi 9 meter. Bencana ini merupakan kematian terbesar sepanjang sejarah. Indonesia, Sri Langka, India, dan Thailand merupakan negara dengan jumlah kematian terbesar. Kekuatan gempa pada penghujung tahun 2004 itu mencapai 9.0 richter dengan korban tewas mencapai 283.100, 14.000 orang hilang dan 1,126,900 kehilangan tempat tinggal. Gempa bumi yang disertai gelombang tsunami itu merupakan bencana yang mengakibatkan kematian terbesar sepanjang sejarah. Indonesia, Sri Langka, India, dan Thailand merupakan negara dengan jumlah kematian terbesar.

Di Indonesia, gempa menelan lebih dari 126.000 korban jiwa. Puluhan gedung hancur oleh gempa utama, terutama di Meulaboh dan Banda Aceh di ujung Sumatra. Di Banda Aceh, sekitar 50% dari semua bangunan rusak terkena tsunami. Namun, kebanyakan korban disebabkan oleh tsunami yang menghantam pantai Barat Aceh dan Sumatra Utara.

Di Sri Lanka dikonfirmasikan 45.000 korban jiwa jatuh dan lebih dari 1 juta jiwa penduduk negara ini terkena dampak gempa secara langsung. Di India, termasuk Kepulauan Andaman dan Nicobar diperkirakan menelan lebih dari 12.000 korban jiwa.

Di Thailand banyak pula wisatawan asing terkena bencana, terutama di daerah Phuket diperkirakan ada sekitar 4.500 korban jiwa. Bhumi Jensen, cucu Raja Rama IX atau lebih dikenal dengan nama Bhumibol Adulyadej juga termasuk salah satu korban. Bhumi Jensen baru berusia 21 tahun.

Bahkan di Somalia, di benua Afrika ribuan kilometer dari Indonesia, dilaporkan jatuh lebih dari 100 korban jiwa. Akan tetapi, sebagian besar atau mungkin hampir semua dari mereka adalah para nelayan.

Gempa Bumi dan Tsunami Aceh yang juga menghantam Thailand. Selain menempati posisi gempa berkekuatan terbesar kedua setelah gempa Chili 1960 yang mencapai 9.5 skala richter, gempa Aceh menempati peringkat pertama sebagai gempa dengan waktu (durasi) penyesaran yang paling lama, yaitu sekitar 10 menit. Gempa ini cukup besar untuk membuat seluruh bola bumi ikut bergetar.

Gempa dahsyat yang mengguncang dunia ini menunjukkan bahwa ada kekuatan besar yang berada di luar kita. Sebagai manusia, kita harus sadar bahwa kita makhluk yang Allah dan Allah mahakuasa.

 

SUMBER: Suherli. 2017. Bahasa Indonesia. Jakarta: Puskurbuk Kemdikbud

Jumat, 04 September 2020

Analisis Struktur dan Kaidah Kebahasaan Teks Cerita Sejarah (Uraian Materi dan Latihan) BINDO KELAS XII

Uraian Materi dan Tugas ini bersumber dari buku Suherli dkk. Bahasa Indonesia Kelas XII Puskurbuk Kemdikbud dan dari Kosasih "Cerdas Berbahasa Indonesia kelas XII". Materi ini dishare di sini untuk membantu siswa dan guru dalam pembelajaran teks cerita sejarah.

URAIAN MATERI

Mengidentifikasi Struktur Teks Cerita Sejarah


Struktur teks cerita sejarah adalah sebagai berikut:

1.    Pengenalan situasi cerita (orientasi, exposition)

Pada bagian pengenalan situasi cerita, pengarang memperkenalkan setting cerita baik waktu, tempat, maupun peristiwa. Selain itu, orientasi juga dapat disajikan dengan mengenalkan para tokoh, menata adegan, dan hubungan antartokoh.

 

2.    Pengungkapan peristiwa

Dalam bagian ini disajikan peristiwa awal yang menimbulkan berbagai masalah, pertentangan, ataupun kesukaran- kesukaran bagi para tokohnya.

 

3.    Menuju konflik (rising action)

Terjadi peningkatan perhatian kegembiraan, kehebohan ataupun keterlibatan berbagai situasi yang menyebabkan bertambahnya kesukaran tokoh.

 

4.    Puncak Konflik (turning point, komplikasi)

Bagian ini disebut pula dengan klimaks. Inilah bagian cerita yang paling besar dan mendebarkan. Pada bagian ini pula ditentykan perubahan nasib beberapa tokohnya. Misalnya, apakah dia kemudian berhasil menyelesaikan masalahnya atau gagal.

 

5.    Penyelesaian (evaluasi, resolusi)

Bagian ini berisi penjelasan ataupun penilaian tentang sikap ataupun nasib- nasib yang dialami tokohnya setelah mengalami peristiwa puncak itu. Pada bagian ini pun sering pula dinyatakan wujud akhir daari kondisi ataupun nasib akhir tokoh utamanya.

 

6.    Koda

Bagin ini berupa komentar terhadap keseluruhan isi cerita yang fungsinya sebagai penutup. Komentar yang dimaksud bisa disampaikan langsung oleh pengarang atau dengan mewakilkan pada seorang tokoh. Namun, tidak setiap novel memiliki koda, bahkan novel- novel modern lebih banyak menyerahkan simpulan akhir cerita itu kepada para pembacanya. Mereka dibiarkan menebak- nebak sendiri penyelesaian ceritanya.

 

Contoh analisis struktur novel sejarah “Gajah Mada Bergelut dalam Takhta dan Angkara”

1.   Orientasi

Duka membayang di kaki langit, duka sekali lagi membungkus mata hati.

...

Ada banyak hal yang dicatat, banyak sekali kesedihan. Kesedihan kali ini terjadi bagai pengulangan peristiwa sembilan belas tahun yang lalu, yang ditulis berdasar kisah yang dituturkan ayahnya, Samenaka, karena peristiwa itu terjadi Pancaksara masih belum bisa dibilang dewasa. Kala itu tahun 1309. Segenap rakyat berkumpul di alun- alun. Semua berdoa, apapun warna agamanya, apakah Siwa, Buddha, maupun Hindu. Semua arah perhatian ditujukan dalam satu pandang, ke Purawaktra yang tidak dijaga terlalu ketat. Segenap perajurit bersikap sangat ramah kepada siapapun karena memang demikian sikap keseharian mereka. Lebih dari itu, segenap prajurit merasakan gejolak yang sama, oleh duka mendalam atas gering yang diderita Kertarajasa Jayawardhana (h.3-4)

 

2.  Pengungkapan Peristiwa

Dan ketika Bende Kiai Samudra dipukul bertalu, tangis serentak membuncah. Ayunan pada bende yanh getar suaranya mampu menggapai sudut- sudut kota merupakan isyarat yang sangat dipahami. Gelegar bende dengan nada satu demi satu.

 

Namun, berjarak sedikit lebih lama dari isyarat kebakaran merupakan pertanda Sang Prabu mangkat. Semua orang yang mendengar isyarat itu merasa denyut jantungnya berhenti berdetak.

 

Di bilik pribadinya, Sang Prabu Kertarajasa Jayawardhana yang ketika muda sangat dikenal dengan sebutan Raden Wijaya membeku. Empat dari lima istrinya meledakkan tangis (h.4)

 

3.  Menuju Konflik

Yang mencuri perhatian kali ini bukan hanya soal desas- desus itu, Sepeninggal Kalegemet Sri Jayanegara dengan segera muncul pertanyaan, siapa yang akan naik takhta menggantikannya.

 

Dua pewaris yang masing- masing berwajah cantik itu memang bersih, tetapi apa yang terlihat tidak sesederhana yang tampak. Pancaksara bahkan melihat persaingan amat tajam bakal terjadi, terutama riuhnya barisan orang- orang di belakang Kudamerta dan barisan orang- orang.

 

4.  Puncak Konflik

“Siapa yang terbunuh di Bale Gringsing?”

“Lurah Prajurit Ajar Langse,” jawab Bhayangkara Macan Liwung. Gajah Mada menarik napas lega setelah mengetahui bukan Gajah Enggon yang terbunuh di Bale Grinsing. Akan tetapi, bahwa pemunuhan itu terjadi di tempat itu membuat Gajah Mada penasaran. Apalagi yang terbuh adalah Ajar Langse yang belum lama berpapasan dengannya.

 

5.  Resolusi

Balai prajurit ramai sekali. Berita mengenai ditangkapnya pemimpin orang- orang yang berniat melakukan makar dengan cepat menyebar. Ketika melintas Pasar Daksina prajurit Bhayangkara yang membawa pulang pemimpin pemberintak yang tertangkap di Karang Watu, maka dengan segera berita itu menyebar ke penjuru kota. Lebih- lebih ketika hari merambat siang, tawanan dalam jumlah lebih banyak diangkaut dengan kereta kuda menuju kotaraja di bawah pengawalan gabungan pasukan Jalapati dan Sapu Bayu.

 

6.  Koda

Dyah menur berbalik dengan memejamkan kata. Dyar Menur Hardiningsih yang menggendong anaknya dan Pradhabasu yang juga menggendeng anaknya, berjalan makin menjauh dan makin jauh ke arah surya di langit barat. Dan sang waktu sebagaimana kodratnya akan mengantarkan ke mana pun mereka melangkah. Sang waktu pula yang menggilas semua peristiwa menjadi masa lalu.

 

 

 

URAIAN MATERI

Kaidah Kebahasaan Teks Cerita Sejarah


Kaidah kebahasaan teks cerita sejarah

Kaidah atau ciri kebahasaan teks sejarah di antaranya sebagai berikut!

1.    Menggunakan kata yang bermakna tindakan atau perbuatan. Kata- kata tersebut menggambarkan rangkaian peristiwa yang dilakukan pelaku sejarahnya. Contoh: berlatih, berlabuh, meluaskan, dipanggil, dirah.

2.    Banyak menggunakan keterangan tempat dan waktu. Contoh: Kerajaan yang bercorak Islam pertama di Sulawesi berdiri di daerah  Makassar. Ada dua kerjaan di sana: kerjaan Gowa dan kerajaan Tallo. Pada abad ke-17, raja kerajaan tersebut memeluk agama Islam.

3.    Banyak menggunakan konjungsi temporal. Contoh: kemudian, lalu, setelah itu

4.    Banyak menggunakan konjungsi kausalitas (sebab akibat). Contoh: karena, sebab, oleh karena itu, oleh sebab itu.

 

LATIHAN

Latihan Mengidentifikasi Struktur dan Kaidah Kebahasaan Teks Cerita Sejarah

Petunjuk Siswa:

Bacalah peggalan novel “Mangir” karya Pramoedya Ananta Toer ini kemudian:

1. Analisislah struktur novel tersebut (tentukan bagian mana yang merupakan orientasi, pengungkapan peristiwa, menuju konlik, puncak konflik, resolusi, dan koda)!

2. Temukanlah kalimat yang di dalamnya terdapat:

    a. Kata yang bermakna tindakan,

    b. Keterangan waktu dan tempat,

    c. kojungsi temporal,

    d. konjungsi kausalitas.

Mangir

Karya: Pramoedya Ananta Toer

            Di bawah bulan malam ini, tiada setitik pun awan di langit. Dan bulan telah terbit bersamaan dengan tenggelamnya matahari. Dengan cepat, ia naik dari kaki langit, mengunjungi segala dan semua tersentuh cahayanya. Juga hutan, juga laut, juga hewan, dan manusia. Langit jernih, bersih, dan terang. Di atas bumi Jawa lain lagi keadaannya gelisah, resah, seakan- akan manusia tak lagi membutuhkan ketenteraman lagi.

 

Abad Keenam Belas Masehi

            Bahkan juga laut Jawa di bawah bulan purnama sidhi itu gelisah. Ombak- ombak besar gerulung- gulung memanjang terputus, menggunung, melandai, mengejajari pesisir pulau Jawa. Setiap puncak ombak dan riak, bahkan juga busanya yang bertebaran seperti serakan utiara-semua-dikuningi oleh cahaya bulan. Angin meniup tenang. Ombak- ombak makin menggila.

            Sebuah kapan peronda pantai meluncur dengan kecepatan tiggi dalam cuaca angin damai itu. Badannya yang panjang langsing, dengan haluan dan buritan meruncing, timbul- tenggelam di antara ombak- ombak purnama yang menggila. Layar kemudi haluan menggelembung membikin lunas menerjang serong gunung- gunung air itu- serong ke barat laut. Barisa dayung pada diding kapal berkayuh berirama seperti kaki- kaki pada ular naga. Layarnya yang terbuat dari pilinan kapas dan benang sutra, mengilat seperti emas, kuning dan menyilaukan.

            Sang Patih berhenti di tengah- tengah pendopo, dekat pada damarsewu, menegur, “Dingin- dingin begini anakanda datang. Pasti ada sesuatu yang keluarbiasaan. Mendekat sini, anakanda.” Dan Patragading berjalan mendekat dengan lutuutnya sambil mengangkat sembah, merebahkan diri pada kaki Sang Patih. “ Ampuni patik, membangunkan paduka pada malam buta begini Kabar duka , Paduka. Balatentara Demak di bawah Adipati Kudus memasuki Jepara tanpa diduga- duga, menyalahi aturan perang.”

            “Allah Dewa Batara!” sahut Sang Patih. “Itu bukan aturan raja- raja! Itu aturan brandarl!”

“Balatentara Tuban tak sempat dikerahkan, Paduka.”

             “Bagaimana Bupati Jepara?”

            “Tewas enggan menyerah Paduka,” Patragading mengangkat sembah. “Sisa balatentara Tuban mundur ke timur kota. Jepara penuh dengan balatentara Demak. Lebih dari tiga ribu orang.”

            “Begitulah kata warta,” [ada meneruskan dengan hati- hati matanya tertuju pada Boris. “Semua bangunan batu di atas wilayah Kota, gapura, arca, pagoda, kuil, candi, akan dibongkar. Setiap batu berukir telah dijatuhi hukum buang ke laut! Tinggal hanya pengumumannya.”

            “Disambar petirlah dia!” Boris meraung, seakan batu- batu itu bagian dari dirinya sendiri. “Dia hendak cekik semua pernahat dan semua dewa di kahyangan. Dikutuk dia oleh Batara Kala!” Tiba- tiba suaranya turun mengiba-iba: “Apa lagi artinya pengabdian? Aku pergi! Jangan dicari. Tak perlu dicari!” Meraung.

            Ia lari keluar ruangan, langsung menuju ke pelataran depan. Diangkatnya tangga dan dengan melangkahi pagar papan kau. Dari balik pagar orang berseru- seru, “Lar dari asrama! Lari!”

            Mula- mula pertikaian berkisar pada kelakukan Trenggono yang begitu sampai hati membunuh abangnya sendiri, kemudian diperkuat oleh sikapnya yang plos terhadap peristiwa Pakuan. Mengapa Sultan tak juga menyataka sikap menentang usaha Portugis yang sudah mulai melakukan perdagangan ke Jawa? Sikap itu semakin ditunggu semakin tak datang. Para musafir yang sudah tak dapat menahan hati lagi telah bermusyawarah dan membantuk utusan untuk menghadap Sultan. Mereka ditolak dengan alasan: apa yang terjadi di Pajajaran tak punya sangkut paut dengan Demak dan musafir.

            Jawaban itu mengecewakan para musafir. Bila demikian, merka menganggap, sudah tak ada perlunya lagi para musafir mengagungkan Demak karena keagungannya memang sudah tak ada lagi. Apa gunanya armada besar peninggalan Unus, yang telah dua tahun disiapkan kalau bukan untuk mengusir Portugis dan dengan demikia terjamin dan melindungi Demak sebagai negeri Islam pertama- tama di Jawa? Masuknya Peranggi ke Jawa berarti ancaman langsung terhadap Islam. Kalau Trenggono tetap tak punya sikap, jelas dia tak punya sesuatu urusan dengan islam.

...

            Orang menarik kesimpulan dari perkembangan terakhir: antara anak dan ibu takkan ada perdamaian lagi. Dan pertanyaan kemudian yang timbul: Adakah Sultan akan mengambil tindakan terhadap ibunya sendiri sebagaimana ia telah melakukannnya terhadap abang kandungnya.

            Pangeran Seda Lepen? Orang menunggu dan menunggu dengan perasaan prihatin teradap keselamatan wanitu tua itu. Sultan Trenggono tak mengambil sesuatu tindakan terhadap ibunya. Ia makin keranjingan membangun pasukan daratnya. Hampir setiap hari orang dapat melihat ia berada di tengah- tengah pasukan kuda kebaggannya, baik dalam latihan, sodor, maupun ketangkasan berpacu samba memainkan pedang menghajar boneka digantungkan pada sepotong kayu.. Ia sendiri ikut dalam latihan- latihan ini.

            Dan dalam salah satu kesempatan semacam ini pernah ia berkata secara terbuka, “Tak ada yang lebih ampuh daripada pasukan kuda. Lihat, kawula kami semua!” Dan para perwira pasukan kuda pada berdatangan dan merubungnya, semua di atas kuda masing- masing.

            “Pada suatu kali, kaki kuda Demak akan mengepulkan debu di seluruh bumi Jawa. Bila debunya jatuh kembali ke bumi, ingat- ingat para kawula, akan kalian lihat, takkan ada satu tapak kaki orang Peranggi pun tampak. Juga tapak- tapaknya di Blambangan dan Pajajaran akan musnah lenyap tertutup oleh debu kuda kalian.” Seluruh Tuban kembali dalam ketengan dan kedamaian kota dan pedalaman. Sang Patih Tuban mendiang telah digantikan oleh Kala Cuwil, pemimpin pasukan gajah, Nama barunya Wirabumi. Panggilan yang lengkap : Gusti Patih Tuban Kala Cuwil Sang Wirabumi. Dan sebagai patih, ia masih tetap memimpin pasukan gajah, maka Kala Cuwil tak juga terhapus dalam sebutan. Pasar kota dan pasar bandar ramai kembali seperti sediakala. Lalu lintas laut, kecuali dengan Atas Angin, pulih kembali. Sang Adipati telah menjatuhkan titah: kapal- kapal Tuban mendapat perkenan untuk berlabuh dan berdagang di Malaka ataupaun Pasai.

           

SUMBER

Suherli, 2018. Bahasa Indonesia Kelas XII. Puskurbuk Kemdikbud.

Kosasih. 2019. Cerdas Berbahasa Indonesia Kelas XII. Erlangga 

dengan pebambahan seperlunya.


Rabu, 02 September 2020

TUGAS MENGINTERPRETASI TEKS EKSPOSISI

 

Bacalah teks eksposisi berjudul “Pembangunan dan Bencana Lingkungan” berikut!

Teks ini untuk menjawab soal nomor 1—6!

 

Pembangunan dan Bencana Lingkungan

Bumi saat ini sedang menghadapi berbagai masalah lingkungan yang serius. Enam masalah lingkungan yang utama tersebut adalah ledakan jumlah penduduk, penipisan sumber daya alam, perubahan iklim global, kepunahan tumbuhan dan hewan, kerusakan habitat alam, serta peningkatan polusi dan kemiskinan. Dari hal itu dapat dibayangkan betapa besar kerusakan alam yang terjadi karena jumlah populasi yang besar, konsumsi sumber daya alam dan polusi yang meningkat, sedangkan teknologi saat ini belum dapat menyelesaikan permasalahan tersebut.

Para ahli menyimpulkan bahwa masalah tersebut disebabkan oleh praktik pembangunan yang tidak memerhatikan kelestarian alam, atau disebut pembangunan yang tidak berkelanjutan. Seharusnya, konsep pembangunan adalah memenuhi kebutuhan manusia saat ini dengan mempertimbangkan kebutuhan generasi mendatang dalam memenuhi kebutuhannya.

Penerapan konsep pembangunan berkelanjutan pada saat ini ternyata jauh dari harapan. Kesulitan penerapannya terutama terjadi di negara berkembang, salah satunya Indonesia. Sebagai contoh, setiap tahun di negara kita diperkirakan terjadi penebangan hutan seluas 3.180.243 ha (atau seluas 50 kali luas kota Jakarta). Hal ini juga diikuti oleh punahnya f lora dan fauna langka. Kenyataan ini sangat jelas menggambarkan kehancuran alam yang terjadi saat ini yang diikuti bencana bagi manusia.

Pada tahun 2005 - 2006 tercatat, telah terjadi 330 bencana banjir, 69 bencana tanah longsor, 7 bencana letusan gunung berapi, 241 gempa bumi, dan 13 bencana tsunami. Bencana longsor dan banjir itu disebabkan oleh perusakan hutan dan pembangunan yang mengabaikan kondisi alam.

Bencana alam lain yang menimbulkan jumlah korban banyak terjadi karena praktik pembangunan yang dilakukan tanpa memerhatikan potensi bencana. Misalnya, banjir yang terjadi di Jakarta pada Februari 2007, dapat dipahami sebagai dampak pembangunan kota yang mengabaikan pelestarian lingkungan.

Menurut tim ahli Pusat Penelitian dan Pengembangan Sumber Daya Air, penyebab utama banjir di Jakarta ialah pembangunan kota yang mengabaikan fungsi daerah resapan air dan tampungan air. Hal ini diperparah dengan saluran drainase kota yang tidak terencana dan tidak terawat serta tumpukan sampah dan limbah di sungai. Akhirnya, debit air hujan yang tinggi menyebabkan bencana banjir yang tidak terelakkan.

Masalah lingkungan di atas merupakan masalah serius yang harus segera diatasi. Meskipun tidak mungkin mengatasi keenam masalah utama lingkungan tersebut, setidaknya harus dicari solusi untuk mencegah bertambah buruknya kondisi bumi.

 

1.    Tentukan pendapat yang disampaikan penulis dalam teks eksposisi “Pembangunan dan Bencana Lingkungan” tersebut!

2.    Tentukan tiga argumen yang disampaikan oleh penulis dalam teks eksposisi “Pembangunan dan Bencana Lingkungan” tersebut!

3.    Tentukan rekomendasi penulis dalam teks eksposisi “Pembangunan dan Bencana Lingkungan tersebut!

4.    Bagaimana tanggapanmu terhadap rekomendasi penulis teks eksposisi “Pembangunan dan Bencana Lingkungan” tersebut?

5.    Temukan tiga kalimat fakta dalam teks eksposisi “Pembangunan dan Bencana Lingkungan” tersebut!

6.    Temukan tiga kalimat opini dalam teks eksposisi “Pembangunan dan Bencana Lingkungan” tersebut!


SUMBER: 

Suherli, dkk. 2017. Bahasa Indonesia. Purkurbuk Kemdikbud dengan penambahan seperlunya