Uraian Materi dan Tugas ini bersumber dari buku Suherli dkk. Bahasa Indonesia Kelas XII Puskurbuk Kemdikbud dan dari Kosasih "Cerdas Berbahasa Indonesia kelas XII". Materi ini dishare di sini untuk membantu siswa dan guru dalam pembelajaran teks cerita sejarah.
URAIAN MATERI
Mengidentifikasi
Struktur Teks Cerita Sejarah
Struktur teks cerita sejarah adalah sebagai berikut:
1.
Pengenalan
situasi cerita (orientasi, exposition)
Pada bagian pengenalan situasi cerita,
pengarang memperkenalkan setting cerita
baik waktu, tempat, maupun peristiwa. Selain itu, orientasi juga dapat
disajikan dengan mengenalkan para tokoh, menata adegan, dan hubungan
antartokoh.
2.
Pengungkapan
peristiwa
Dalam bagian ini disajikan peristiwa
awal yang menimbulkan berbagai masalah, pertentangan, ataupun kesukaran-
kesukaran bagi para tokohnya.
3.
Menuju
konflik (rising action)
Terjadi peningkatan perhatian
kegembiraan, kehebohan ataupun keterlibatan berbagai situasi yang menyebabkan
bertambahnya kesukaran tokoh.
4.
Puncak
Konflik (turning point, komplikasi)
Bagian ini
disebut pula dengan klimaks. Inilah bagian cerita yang paling besar dan
mendebarkan. Pada bagian ini pula ditentykan perubahan nasib beberapa tokohnya.
Misalnya, apakah dia kemudian berhasil menyelesaikan masalahnya atau gagal.
5.
Penyelesaian
(evaluasi, resolusi)
Bagian ini
berisi penjelasan ataupun penilaian tentang sikap ataupun nasib- nasib yang
dialami tokohnya setelah mengalami peristiwa puncak itu. Pada bagian ini pun
sering pula dinyatakan wujud akhir daari kondisi ataupun nasib akhir tokoh
utamanya.
6.
Koda
Bagin ini
berupa komentar terhadap keseluruhan isi cerita yang fungsinya sebagai penutup.
Komentar yang dimaksud bisa disampaikan langsung oleh pengarang atau dengan
mewakilkan pada seorang tokoh. Namun, tidak setiap novel memiliki koda, bahkan
novel- novel modern lebih banyak menyerahkan simpulan akhir cerita itu kepada
para pembacanya. Mereka dibiarkan menebak- nebak sendiri penyelesaian
ceritanya.
Contoh
analisis struktur novel sejarah “Gajah Mada Bergelut dalam Takhta dan Angkara”
1.
Orientasi
Duka membayang
di kaki langit, duka sekali lagi membungkus mata hati.
...
Ada banyak hal
yang dicatat, banyak sekali kesedihan. Kesedihan kali ini terjadi bagai
pengulangan peristiwa sembilan belas tahun yang lalu, yang ditulis berdasar
kisah yang dituturkan ayahnya, Samenaka, karena peristiwa itu terjadi
Pancaksara masih belum bisa dibilang dewasa. Kala itu tahun 1309. Segenap
rakyat berkumpul di alun- alun. Semua berdoa, apapun warna agamanya, apakah
Siwa, Buddha, maupun Hindu. Semua arah perhatian ditujukan dalam satu pandang,
ke Purawaktra yang tidak dijaga terlalu ketat. Segenap perajurit bersikap
sangat ramah kepada siapapun karena memang demikian sikap keseharian mereka.
Lebih dari itu, segenap prajurit merasakan gejolak yang sama, oleh duka
mendalam atas gering yang diderita Kertarajasa Jayawardhana (h.3-4)
2. Pengungkapan Peristiwa
Dan ketika
Bende Kiai Samudra dipukul bertalu, tangis serentak membuncah. Ayunan pada
bende yanh getar suaranya mampu menggapai sudut- sudut kota merupakan isyarat
yang sangat dipahami. Gelegar bende dengan nada satu demi satu.
Namun,
berjarak sedikit lebih lama dari isyarat kebakaran merupakan pertanda Sang
Prabu mangkat. Semua orang yang mendengar isyarat itu merasa denyut jantungnya
berhenti berdetak.
Di bilik
pribadinya, Sang Prabu Kertarajasa Jayawardhana yang ketika muda sangat dikenal
dengan sebutan Raden Wijaya membeku. Empat dari lima istrinya meledakkan tangis
(h.4)
3. Menuju Konflik
Yang mencuri
perhatian kali ini bukan hanya soal desas- desus itu, Sepeninggal Kalegemet Sri
Jayanegara dengan segera muncul pertanyaan, siapa yang akan naik takhta
menggantikannya.
Dua pewaris
yang masing- masing berwajah cantik itu memang bersih, tetapi apa yang terlihat
tidak sesederhana yang tampak. Pancaksara bahkan melihat persaingan amat tajam
bakal terjadi, terutama riuhnya barisan orang- orang di belakang Kudamerta dan
barisan orang- orang.
4. Puncak Konflik
“Siapa yang
terbunuh di Bale Gringsing?”
“Lurah
Prajurit Ajar Langse,” jawab Bhayangkara Macan Liwung. Gajah Mada menarik napas
lega setelah mengetahui bukan Gajah Enggon yang terbunuh di Bale Grinsing. Akan
tetapi, bahwa pemunuhan itu terjadi di tempat itu membuat Gajah Mada penasaran.
Apalagi yang terbuh adalah Ajar Langse yang belum lama berpapasan dengannya.
5. Resolusi
Balai prajurit
ramai sekali. Berita mengenai ditangkapnya pemimpin orang- orang yang berniat
melakukan makar dengan cepat menyebar. Ketika melintas Pasar Daksina prajurit
Bhayangkara yang membawa pulang pemimpin pemberintak yang tertangkap di Karang
Watu, maka dengan segera berita itu menyebar ke penjuru kota. Lebih- lebih
ketika hari merambat siang, tawanan dalam jumlah lebih banyak diangkaut dengan
kereta kuda menuju kotaraja di bawah pengawalan gabungan pasukan Jalapati dan
Sapu Bayu.
6. Koda
Dyah menur berbalik
dengan memejamkan kata. Dyar Menur Hardiningsih yang menggendong anaknya dan
Pradhabasu yang juga menggendeng anaknya, berjalan makin menjauh dan makin jauh
ke arah surya di langit barat. Dan sang waktu sebagaimana kodratnya akan
mengantarkan ke mana pun mereka melangkah. Sang waktu pula yang menggilas semua
peristiwa menjadi masa lalu.
URAIAN MATERI
Kaidah Kebahasaan Teks Cerita Sejarah
Kaidah kebahasaan teks cerita sejarah
Kaidah atau ciri kebahasaan teks sejarah di
antaranya sebagai berikut!
1.
Menggunakan
kata yang bermakna tindakan atau perbuatan. Kata- kata tersebut menggambarkan
rangkaian peristiwa yang dilakukan pelaku sejarahnya. Contoh:
berlatih, berlabuh, meluaskan, dipanggil, dirah.
2.
Banyak
menggunakan keterangan tempat dan waktu. Contoh: Kerajaan
yang bercorak Islam pertama di Sulawesi berdiri di daerah Makassar. Ada dua
kerjaan di sana: kerjaan Gowa dan
kerajaan Tallo. Pada abad ke-17,
raja kerajaan tersebut memeluk agama Islam.
3.
Banyak
menggunakan konjungsi temporal. Contoh:
kemudian, lalu, setelah itu
4.
Banyak
menggunakan konjungsi kausalitas (sebab akibat). Contoh:
karena, sebab, oleh karena itu, oleh sebab itu.
LATIHAN
Latihan Mengidentifikasi
Struktur dan Kaidah Kebahasaan Teks Cerita Sejarah
Petunjuk
Siswa:
Bacalah
peggalan novel “Mangir” karya Pramoedya Ananta Toer ini kemudian:
1. Analisislah
struktur novel tersebut (tentukan bagian mana yang merupakan orientasi,
pengungkapan peristiwa, menuju konlik, puncak konflik, resolusi, dan koda)!
2. Temukanlah kalimat yang di dalamnya terdapat:
a. Kata yang bermakna tindakan,
b. Keterangan waktu dan tempat,
c. kojungsi temporal,
d. konjungsi kausalitas.
Mangir
Karya:
Pramoedya Ananta Toer
Di
bawah bulan malam ini, tiada setitik pun awan di langit. Dan bulan telah terbit
bersamaan dengan tenggelamnya matahari. Dengan cepat, ia naik dari kaki langit,
mengunjungi segala dan semua tersentuh cahayanya. Juga hutan, juga laut, juga
hewan, dan manusia. Langit jernih, bersih, dan terang. Di atas bumi Jawa lain lagi
keadaannya gelisah, resah, seakan- akan manusia tak lagi membutuhkan
ketenteraman lagi.
Abad
Keenam Belas Masehi
Bahkan
juga laut Jawa di bawah bulan purnama sidhi itu gelisah. Ombak- ombak besar
gerulung- gulung memanjang terputus, menggunung, melandai, mengejajari pesisir
pulau Jawa. Setiap puncak ombak dan riak, bahkan juga busanya yang bertebaran
seperti serakan utiara-semua-dikuningi oleh cahaya bulan. Angin meniup tenang.
Ombak- ombak makin menggila.
Sebuah
kapan peronda pantai meluncur dengan kecepatan tiggi dalam cuaca angin damai
itu. Badannya yang panjang langsing, dengan haluan dan buritan meruncing,
timbul- tenggelam di antara ombak- ombak purnama yang menggila. Layar kemudi
haluan menggelembung membikin lunas menerjang serong gunung- gunung air itu-
serong ke barat laut. Barisa dayung pada diding kapal berkayuh berirama seperti
kaki- kaki pada ular naga. Layarnya yang terbuat dari pilinan kapas dan benang
sutra, mengilat seperti emas, kuning dan menyilaukan.
Sang
Patih berhenti di tengah- tengah pendopo, dekat pada damarsewu, menegur,
“Dingin- dingin begini anakanda datang. Pasti ada sesuatu yang keluarbiasaan.
Mendekat sini, anakanda.” Dan Patragading berjalan mendekat dengan lutuutnya
sambil mengangkat sembah, merebahkan diri pada kaki Sang Patih. “ Ampuni patik,
membangunkan paduka pada malam buta begini Kabar duka , Paduka. Balatentara
Demak di bawah Adipati Kudus memasuki Jepara tanpa diduga- duga, menyalahi
aturan perang.”
“Allah
Dewa Batara!” sahut Sang Patih. “Itu bukan aturan raja- raja! Itu aturan
brandarl!”
“Balatentara
Tuban tak sempat dikerahkan, Paduka.”
“Bagaimana Bupati Jepara?”
“Tewas
enggan menyerah Paduka,” Patragading mengangkat sembah. “Sisa balatentara Tuban
mundur ke timur kota. Jepara penuh dengan balatentara Demak. Lebih dari tiga
ribu orang.”
“Begitulah
kata warta,” [ada meneruskan dengan hati- hati matanya tertuju pada Boris.
“Semua bangunan batu di atas wilayah Kota, gapura, arca, pagoda, kuil, candi,
akan dibongkar. Setiap batu berukir telah dijatuhi hukum buang ke laut! Tinggal
hanya pengumumannya.”
“Disambar
petirlah dia!” Boris meraung, seakan batu- batu itu bagian dari dirinya
sendiri. “Dia hendak cekik semua pernahat dan semua dewa di kahyangan. Dikutuk
dia oleh Batara Kala!” Tiba- tiba suaranya turun mengiba-iba: “Apa lagi artinya
pengabdian? Aku pergi! Jangan dicari. Tak perlu dicari!” Meraung.
Ia
lari keluar ruangan, langsung menuju ke pelataran depan. Diangkatnya tangga dan
dengan melangkahi pagar papan kau. Dari balik pagar orang berseru- seru, “Lar
dari asrama! Lari!”
Mula-
mula pertikaian berkisar pada kelakukan Trenggono yang begitu sampai hati
membunuh abangnya sendiri, kemudian diperkuat oleh sikapnya yang plos terhadap
peristiwa Pakuan. Mengapa Sultan tak juga menyataka sikap menentang usaha
Portugis yang sudah mulai melakukan perdagangan ke Jawa? Sikap itu semakin
ditunggu semakin tak datang. Para musafir yang sudah tak dapat menahan hati
lagi telah bermusyawarah dan membantuk utusan untuk menghadap Sultan. Mereka
ditolak dengan alasan: apa yang terjadi di Pajajaran tak punya sangkut paut
dengan Demak dan musafir.
Jawaban
itu mengecewakan para musafir. Bila demikian, merka menganggap, sudah tak ada
perlunya lagi para musafir mengagungkan Demak karena keagungannya memang sudah
tak ada lagi. Apa gunanya armada besar peninggalan Unus, yang telah dua tahun
disiapkan kalau bukan untuk mengusir Portugis dan dengan demikia terjamin dan
melindungi Demak sebagai negeri Islam pertama- tama di Jawa? Masuknya Peranggi
ke Jawa berarti ancaman langsung terhadap Islam. Kalau Trenggono tetap tak
punya sikap, jelas dia tak punya sesuatu urusan dengan islam.
...
Orang
menarik kesimpulan dari perkembangan terakhir: antara anak dan ibu takkan ada
perdamaian lagi. Dan pertanyaan kemudian yang timbul: Adakah Sultan akan
mengambil tindakan terhadap ibunya sendiri sebagaimana ia telah melakukannnya
terhadap abang kandungnya.
Pangeran
Seda Lepen? Orang menunggu dan menunggu dengan perasaan prihatin teradap
keselamatan wanitu tua itu. Sultan Trenggono tak mengambil sesuatu tindakan
terhadap ibunya. Ia makin keranjingan membangun pasukan daratnya. Hampir setiap
hari orang dapat melihat ia berada di tengah- tengah pasukan kuda kebaggannya,
baik dalam latihan, sodor, maupun ketangkasan berpacu samba memainkan pedang menghajar
boneka digantungkan pada sepotong kayu.. Ia sendiri ikut dalam latihan- latihan
ini.
Dan
dalam salah satu kesempatan semacam ini pernah ia berkata secara terbuka, “Tak
ada yang lebih ampuh daripada pasukan kuda. Lihat, kawula kami semua!” Dan para
perwira pasukan kuda pada berdatangan dan merubungnya, semua di atas kuda
masing- masing.
“Pada
suatu kali, kaki kuda Demak akan mengepulkan debu di seluruh bumi Jawa. Bila
debunya jatuh kembali ke bumi, ingat- ingat para kawula, akan kalian lihat,
takkan ada satu tapak kaki orang Peranggi pun tampak. Juga tapak- tapaknya di
Blambangan dan Pajajaran akan musnah lenyap tertutup oleh debu kuda kalian.”
Seluruh Tuban kembali dalam ketengan dan kedamaian kota dan pedalaman. Sang
Patih Tuban mendiang telah digantikan oleh Kala Cuwil, pemimpin pasukan gajah,
Nama barunya Wirabumi. Panggilan yang lengkap : Gusti Patih Tuban Kala Cuwil
Sang Wirabumi. Dan sebagai patih, ia masih tetap memimpin pasukan gajah, maka
Kala Cuwil tak juga terhapus dalam sebutan. Pasar kota dan pasar bandar ramai
kembali seperti sediakala. Lalu lintas laut, kecuali dengan Atas Angin, pulih
kembali. Sang Adipati telah menjatuhkan titah: kapal- kapal Tuban mendapat
perkenan untuk berlabuh dan berdagang di Malaka ataupaun Pasai.
SUMBER
Suherli, 2018. Bahasa Indonesia Kelas XII. Puskurbuk Kemdikbud.
Kosasih. 2019. Cerdas Berbahasa Indonesia Kelas XII. Erlangga
dengan pebambahan seperlunya.